Rahim Pengganti

Bab 27 "Meninggalkan"



Bab 27 "Meninggalkan"

0Bab 27     

Meninggalkan     

Pagi harinya, Carissa terbangun dari tidurnya, ketika dirinya melihat ke arah samping sudah tidak ada lagi sang suami di sana. Bian pergi meninggalkan dirinya tanpa berinisiatif bertemu dengannya atau membangunkan. Caca seolah seperti wanita malam yang setelah di gunakan ditinggal begitu saja tanpa pamit. Helaan napas berat terdengar jelas, Caca hanya bisa pasrah dengan keadaan nya seperti ini. Wanita itu segera beranjak dari tempat tidur sembari menarik selimutnya masuk ke dalam kamar mandi.     

Selesai membersihkan dirinya, Caca turun ke bawah di arah dapur bisa dilihatnya kedua orang asistennya sedang berbincang bincang. Namun, langkah kaki Carissa terhenti ketika mendengar kalimat yang membuat jantung Caca bergedup kencang.     

"Bapak pulang jam berapa Sum?" tanya Bi Susi.     

"Aku sih gak tahu pasti ya Si. Cuma pas aku bangun jam 03.00 bapak buru buru pulang, gak tahu pergi ke mana."     

"Tapi kenapa sepagi itu? Bukannya bapak sama ibu baru ketemu. Gimana mau punya anak kalau ibu di tinggal mulu," ucapnya kesal.     

"Kamu kayak gak tahu bapak aja Si. Bapak, kan paling gak bisa meninggalkan Nyonya Della. Ini pasti Nyonya Della yang minta bapak pulang, jadinya bapak pergi subuh subuh," ucap Sumi.     

Mendengar hal itu semakin, membuat hati Carissa sakit dirinya sudah seperi pelacur yang digunakan lalu di tinggalkan. Hanya saja, dia sudah sah memiliki hubungan dengan pria yang membayarnya. Carissa menghela napasnya berulang kali, mencoba untuk tetap tenang meskipun dirinya tidak suka dengan kabar yang baru di dengar.     

Caca berjalan ke arah dapur, tak lupa dirinya memanggil kedua asisten rumah tangganya, dengan senyum yang begitu lebar.     

"Pagi Bi Sumi, pagi Bi Susi," sapa Carissa.     

Susi dan Sumi berbalik, di belakangnya sudah ada snag majikan dengan senyum yang begitu lebar. Keduanya segera menghampiri Caca, menanyankan wanita itu ingin apa.     

"Aku mau Jus alpukat aja ya Bi. Jangan terlalu manis ya," ucapnya.     

"Siap ibu."     

"Makasih ya Bi sebelumnya. Oh ya, nanti antarkan di halaman belakang saja ya bi. Aku mau baca baca buku di sana," ujar Carissa.     

Keduanya menganggukkan kepalanya, setelah melihat Caca berjalan Sumi dan Susi baru bisa bernapas lega. Keduanya takut, jika sang majikan mendengar apa yang mereka bicarakan tadi. Carissa terlalu baik, jika harus disakiti seperti ini.     

***     

Di lain tempat, Bian masih sibuk dengan urusan kantornya. Subuh subuh sekali, asistennya mengatakan bahwa angka kredit perusahaan turun dratis. Membuat beberapa pekerjaan harus dilakukan double.     

Bukan tanpa sebab hal itu terjadi, semuanya karena ada transaksi yang tidak diketahui oleh Bian dan menyebabakan Perusahaan nya sedikit oleng, serta ada beberapa bisnis yang gagal. Itu juga lah yang jadi penyebab, Bian sering pergi ke luar kota.     

Sama halnya ketika, dirinya ada urusan di Bali, dan disaat itu juga dirinya bertemu dengan Della. Istrinya merengek untuk Bian menghabiskan waktunya bersama, hingga membuat Bian harus meninggalkan kembali pekerjaan.     

"Kopinya boss," ujarnya sembari memberikan secangkir kopi. Ini sudah kopi kesekian kalinya di minum oleh Bian. Mata pria itu sangat mengangguk, tubuhnya juga begitu lelah.     

Bian ingin beristirahat namun, pekerjaan tersebut tidak mungkin di kerjakan oleh Aldi asistennya seorang diri.     

"Panggilkan Caca!!" perintah Bian.     

"Maaf boss. Sepertinya ibu Caca tidak masuk. Ruangannya, gelap dan sejak pagi saya belum bertemu," jawab Aldi.     

Bian menatap asistennya itu, pria itu mengusap wajahnya dengan kasar. Bagaimana tidak, dirinya lupa jika sang istri sedang tidak sehat. Dan Bian juga belum sempat pamitan kepada Caca, selesai dengan kegiatannya kedua tidur namun, Bian urung terlelap karena telpon dari Aldi.     

Pria itu sangat yakin, saat ini istri akan marah besar, karena sudah pergi tanpa pamit untuk kesekian kalinya.     

Tapi mau bagaimana lagi, pekerjaan Bian di kantor sangat banyak membuatnya tidak bisa melakukan apa pun selain menyelesaikan semuanya.     

***     

Siang ini Caca akan pergi bersama dengan Siska. Wanita itu sedang malas untuk pergi ke kantor, apa lagi jika nanti bertemu dengan suaminya. Hal yang paling tidak di inginkan oleh Caca, itulah kenapa dirinya lebih memilih pergi bersama dengan adik iparnya di bandingkan dengan bertemu sang suami.     

Mobil yang dikendarai oleh Siska sudah terparkir dengan rapi di depan rumahnya, segera Caca menuju ke arah mobil tersebut.     

"Maaf ya Mbak, telat!" ucap Siska.     

"Gak telat kok. Santai, let's go," ucap Caca gembira. Segera Siska melaju mobil tersebut, dengan kecepatan sedang. Selama di perjalanan, keduanya sibuk menceritakan semua hal. Rasanya Caca bersyukur memiliki adik ipar seperti Siska. "Kamu gak kuliah hari ini Ka?" tanya Caca.     

"Malas Mbak, dosennya sok killer banget. Aku gak suka," ujar Siska.     

"Emang kenapa sama dosennya? Killer gimana sih?" tanya Caca.     

"Dia itu dosen baru mbak, cuma sudah belagu. Aku kesal banget apa lagi kalau di kampus sering banget suruh aku. Padahal penanggung jawab mata kuliah dia itu bukan aku loh mbak," ucap kesal Siska.     

"Masih muda banget dosennya? Seumuran sama Mas Bian?"     

"Iya seumuran, resehnya mereka sama mbak. Kadang aku sering kesal sendiri," jawab Siska.     

"Udah nikah belum?" tanya Caca.     

"Belum sih mbak denger kabarnya sih gitu. Emang kenapa sih mbak kok nanya dosen aku, jangan bilang mbak naksir sama dia. Jangan dong mbak, kasihan Mas Bian tapi gak apa apa juga kalau mbak naksir sama dosen aku. Biar Mas Bian dikasih pelajaran, biar Mas Bian cemburu sama mbak terus jadi bucin," ujar Siska dengan semangat.     

Caca hanya tersenyum singkat, andai hal itu terjadi. Apakah dirinya akan jadi wanita yang paling bahagia? Rasanya untuk membayangkan hal seperti itu saja, Carissa merasa tidak berhak. Wanita itu tidak ingin bermimpi terlalu tinggi takut dirinya aka jatuh.     

"Gak mungkin mas Bian bisa bucin sama aku Ka. Kamu tahu sendiri, Mas mu itu gimana," ucap Caca.     

Lampu kebetulan berubah menjadi merah membuat Siska menoleh ke arah kakak iparnya itu dan menyentuh tangan Carissa.     

"Mbak harus percaya. Tuhan mempertemukan Mbak dan Mas Bian itu, karena sudah takdir. Hanya saja, diantara kalian ada nenek lampir yang gak tahu diri, suatu saat apa yang dilakukan oleh Mbak Della bakalan ketahuan sama Mas Bian. Sepintar apapun Mbak Della menutupinya," ujar Siska.     

Carissa terdiam, wanita itu mencernah setiap ucapan yang terlontar dari mulut adik iparnya. "Maksud kamu apa?" tanya Carissa. Lampu lalu lintas sudah berubah kembali menjadi hijau, Siska melajukan mobilnya.     

"Ada sesuatu hal yang ditutup tutupi oleh Mbak Della. Hal itu juga yang membuat Mama gak respek lagi sa dia. Mama gak pernah menuntut Mas Bian untuk segera punya anak, tapi karena Mama tahu satu hal itu makanya Mama jadi menutut. Maafkan, kalau aku lancang. Cuma aku tahu kenapa mbak bisa menikah dengan Mas Bian. Dan aku harap, setelah dia nanti hadir. Mbak gak boleh pergi, ada aku dan Mama yang akan selalu ada di dekat Mbak," ucap Siska.     

Mendengar hal itu membuat Carissa terharu, adik iparnya yang terlihat tidak mau mencampuri urusan orang lain ternyata selalu peduli dengan apa yang terjadi. Air mata Carissa menetes, ia menangis tangan Siska mengusap lengan kakak iparnya itu.     

Keduanya pun sudah sampai di sebuah Mall, Siska dan Carissa segera masuk ke super market banyak bahan makanan dan kue yang ingin dibeli oleh Siska. Wanita itu ingin, belajar memasak dan membuat kue dari kakak iparnya itu.     

"Della," gumamnya kecil namun, suara itu terdengar di telinga Siska dan mereka saling menatap ke arah tersebut.     

###     

Bab pertama meluncur, selanjutnya bab kedua ya. Tunggu terus kisah mereka, please dong review cerita aku. Hehe, makasih buat batu kuasanya yaa.     

Love you guys, sehat terus buat kita semuanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.